Kisah Dua Orang yang Buta

“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al Hujurat: 18).

Aku teringat sebuah film yang berjudul ‘The Color in Paradise’ yang bercerita tentang seorang anak laki-laki yang bernama Mohammad. Kedua mata Mohammad buta sejak lahir. Ibunya telah meninggal dunia sejak ia masih kecil. Ia kemudian diasuh oleh ayah dan neneknya. Ayahnya yang berprofesi sebagai petani biasa dan terkadang bekerja kasar sebagai tukang bangunan sangat malu dengan anak laki-lakinya yang buta tersebut. Kerap kali ia tidak mengizinkan anaknya  untuk bermain seperti anak normal kebanyakan. Hingga akhirnya ia pun dimasukkan ke sebuah sekolah tuna netra yang semua teman-temannya buta seperti dia. Demikian setiap harinya ia belajar membaca dan mengenali lingkungan sekitarnya hanya melalui suara atau meraba-raba bentuk benda-benda tersebut.

Terkadang ia harus bertanya kepada orang-orang di sekitarnya mengenai benda-benda yang ada di sekitarnya. ‘What is over there?’ tanya anak laki-laki itu suatu hari karena penasaran akan apa yang ada di hadapannya. Hingga akhirnya ia pun menemukan cara untuk mengenali lingkungan atau benda-benda di sekitarnya melalui suara, indera pencium, dan indera peraba. Ia mengenali burung melalui kicauan-riangnya. Ia mengenal angin melalui sepoian lembut hembusannya. Ia juga mengenal dedaunan dan pepohonan dengan cara meraba-raba benda tersebut. Namun anak laki-laki tersebut terlihat sangat bahagia dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.

Suatu hari anak laki-laki itu tidak dapat membendung air matanya karena perlakuan orang-orang di sekitarnya. Ia pun mengadu kepada salah seorang gurunya di kelas seraya berkata, “Jika aku tidak buta, mungkin aku bisa pergi ke sekolah biasa dengan anak-anak normal lainnya.”

Suatu hari gurunya pernah berkata, “Tuhan lebih cinta kepada orang yang buta karena mereka tidak dapat melihat.”

Ia menjawab, “Jika demikian adanya maka Tuhan tidak akan membuat kita buta sehingga kita tidak dapat melihat wujud-Nya.”

Gurunya mengatakan, “Tuhan itu tidak bisa bisa dilihat, tetapi Dia ada di mana-mana. Kau dapat merasakan kehadiran-Nya. Kau dapat melihat-Nya dengan ujung jemarimu.”

“Sekarang aku dapat menggapai Tuhan di mana pun aku berada sampai hari kemudian aku dapat menyentuh-Nya dan bercerita kepada-Nya tentang apa saja, termasuk segala rahasia yang ada di dalam hatiku.,” katanya sambil berurai air mata.

***

Film yang berasal dari Iran ini cukup menyentuh hati sekaligus memberikan pelajaran berarti bahwa sesungguhnya Tuhan itu Maha Melihat dan Dia tidak pernah tidur.

Teringat aku akan sosok seorang sahabat bernama Abdullah bin Ummi Maktum yang juga dikaruniai mata buta. Ya, ia adalah seorang pahlawan tunanetra pada masa Rasulullah saw. Kedua matanya buta, tetapi tidak pandangan dan hatinya. Allah telah memberikan kemuliaan sehingga ia dapat melihat dengan hati dan mengetahui apa yang tersembunyi.

Kepekaannya luar biasa sehingga ia mengetahui kapan waktu shalat tiba. Ketika tiba waktu sholat maka ia akan keluar bertopangkan tongkat dan segara mengumandangkan azan. Kedua matanya yang buta tidak menyurutkan langkahnya untuk bangun di pagi hari yang gelap dan mengumandangkan azan, menyeru kaum muslimin untuk bangun dan menyembah Allah Yang Esa.

Hingga suatu hari Allah pun pernah murka kepada Rasulullah saw karena berpaling dari wajah Ummi Maktum yang pada waktu itu ingin menanyakan suatu perkara kepada-Nya karena sedang berbicara dengan para pembesar Quraisy. Teguran itu langsung kepada beliau melalui ayat-ayat surat Abbasa. Sehingga akhirnya Rasulullah saw memberikan kemuliaan kepadanya untuk menggantikan posisi beliau, sebagai wakil beliau di Madinah ketika Rasulullah sedang pergi berperang. Dan beliaulah yang menjadi imam bagi para jamaah di Madinah pada waktu itu.

Pernah ia bersedih hati karena tidak dapat turut serta berperang ke medan laga, sementara para sahabat lainnya dapat turut serta. Kemudian Allah pun menghiburnya dengan wahyu yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki uzur tidaklah wajib ikut berperang. Namun, kedua matanya yang buta tidak melunturkan hasratnya untuk turut serta dalam medan jihad fi sabilillah dalam pertempuran-pertempuran berikutnya. Hingga pada suatu hari Rasulullah pun mengabulkan permintaannya dan mengajaknya turut serta dalam suatu Perang Qadisiyah dan bertugas sebagai pembawa panji perang kaum muslimin. Akhirnya ia pun menemui syahid dalam peperangan tersebut dan menjadi tunanetra pertama yang ikut dalam pasukan perang bersama Rasulullah saw dan para sahabat.

***

Semoga dua kisah di atas dapat menginspirasi kita yang memiliki mata normal untuk senantiasa memiliki semangat tinggi dalam berkarya di mana saja karena sesungguhnya Allah tidak buta. Dia maha melihat hamba-hamba-Nya yang bekerja… (hm)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*