PR besar melindungi anak di Indonesia

Perlindungan terhadap anak masih belum terlalu menjadi fokus perhatian pemerintah Indonesia walaupun keinginan ke arah itu sudah ada.

Hal ini terlihat dengan belum adanya kementerian yang khusus mengurusi permasalahan perlindungan terhadap anak.

Itulah antara lain yang mengemuka dalam acara dialog online antara warga Indonesia di United Kingdom bersama anggota DPR RI Ledia Hanifa yang diadakan oleh Pusat Informasi dan Pelayanan PKS Inggris, hari Sabtu (23/03).

Dalam dialog yang menggunakan Skype dan disiarkan secara langsung via radio internet tersebut, anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS ini mengungkapkan bahwa persoalan anak diurus oleh beberapa kementerian seperti Kementerian Sosial , Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Pendidikan.

“Sinergi antara kementerian dan juga antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam menangani persoalan perlindungan anak juga masih perlu diperbaiki,” urai Ledia.

Ia menegaskan meskipun Indonesia telah memiliki UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, ternyata masih banyak persoalan anak yang muncul.

“Permasalahan anak yang muncul di antaranya adalah tindak kekerasan terhadap anak, bahkan dilakukan oleh orang terdekat, masih rendahnya perlindungan anak dari bahaya negatif media, dan masih banyaknya anak jalanan yang ternyata juga merupakan upaya eksploitasi terhadap anak,” kata Ledia memberi contoh.

Kondisi di Indonesia memang masih jauh tertinggal dengan apa dilakukan oleh pemerintah di Inggris seperti diungkapkan oleh pembicara yang lain, Cecep Mustafa, Mahasiswa University of Strathclyde Glasgow.

“Di Inggris kebijakan pemerintah telah berorientasi kepada kesejahteraan anak dan hal ini telah tersosialisasi dengan baik di tengah masyarakat sebelum undang undang dibuat oleh pemerintah,” kata Cecep.

Kedua pembicara sepakat bahwa pemerintah Indonesia masih harus melakukan upaya yang ekstra dalam menciptakan perlindungan terhadap anak.

Peran masyarakat seperti orang tua, guru, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak lain sangat diperlukan.

Di Inggris sendiri masyarakat telah peduli dengan hak anak walaupun mereka tidak mengetahui adanya undang-undang perlindungan anak seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta dialog.

Selain peran pemerintah, semua pihak perlu berpartisiapsi untuk bisa mewujudkan hal tersebut dan Ledia Hanifah juga menyatakan bahwa DPR RI pada 2014 berencana akan melakukan revisi terhadap Undang Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

“Masukan, saran, dan peran dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk perbaikan terhadap perlindungan anak di Indonesia,” tegas Ledia.***

Foto: FPKS DPR RI

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*