Suasana Puasa di Inggris: 19 Jam Puasa dan Berbuka Gratis Bersama Non-Muslim

Suasana berbuka puasa di Masjid Raya London Timur (East London Mosque)

“Apakah berpuasa boleh minum?” kata Hendri, seorang warga negara Indonesia yang sudah 15 tahun bermukim di London, menirukan pertanyaan yang paling kerap diajukan oleh warga non-Muslim di Inggris setiap kali Ramadhan datang.

Hendri biasanya akan menjelaskan bahwa puasa adalah menahan diri untuk tidak makan dan tidak minum, mulai terbit fajar hingga matahari terbenam. Dan jika Ramadhan jatuh di musim panas seperti tahun ini dan juga tahun lalu (dan tahun depan) maka warga Muslim di belahan bumi utara harus bersiap puasa antara 18-20 jam. Imsak sekitar pukul 02.30 dan Maghrib bisa pada pukul 21.25 atau 21.40 malam.

“Bagaimana kamu kuat? Tentunya berat sekali ya?” demikian biasanya reaksi warga non-Muslim setelah diberi tahu panjangnya puasa.

Warga non-Muslim lebih heran lagi ketika dijelaskan bahwa puasa bukan hanya ritual Ramadhan. Masih ada salat Tarawih yang dimulai pada pukul 23.00 dan selesai pada selepas tengah malam.

Wali Kota London, Sadiq Khan, yang kebetulan Muslim, mungkin berawal dari pengalaman pribadi, menerbitkan tulisan panjang soal Ramadhan di koran Guardian. Selain berbicara tentang momentum Ramadhan untuk meningkatkan pemahaman dan hubungan harmonis antarumat beragama di London, ia juga menulis pengalaman pribadinya soal berpuasa.

Khan mengatakan bahwa kita, sebagai manusia, kadang meremehkan kekuatan tubuh kita melakukan hal-hal tertentu, seperti tidak makan atau tidak minum selama 19 jam. Dan ternyata tubuh kita akan menyesuaikan jika kita meniatkan untuk puasa panjang, demikian kira-kira penjelasan Pak Wali Kota London.

Sejatinya memang tak terlalu berat. Dan ritual 19 jam atau 20 jam ini menjadi terasa makin indah ketika menjelang berbuka. Ummu Alisha, warga negara Indonesia di London Tenggara, terbiasa bertukar makanan dengan tetangga dari Maroko dan Somalia. Ia biasanya mengirim gorengan (martabak, lumpia), nasi goreng, atau mi goreng.

Sang tetangga biasanya makanan khas ala Maroko dan Nigeria.

Kebersamaan dan berbagai makanan seperti ini punya kesan yang dalam. Ummu Alisha mengatakan, “Tetangga seperti ini, bagi kami seperti keluarga. Ini mengingatkan kebersamaan seperti yang terlihat di Tanah Air.”

Kebersamaan juga sangat terasa di acara berbuka puasa yang diselenggarakan di berbagai masjid seperti Central Mosque dan East London Mosque, yang dihadiri ratusan orang setiap hari.

Menunya biasanya adalah nasi biryani– kadang dicampur daging ayam dan kadang daging kambing– hasil donasi masyarakat.

Banyak juga yang membawa menu sendiri dan kemudian dibagikan kepada jamaah lain. Ummu Alisha menyebutnya sebagai piknik Ramadhan.

Dan mereka yang datang tidak hanya warga London, tapi juga para musafir dari berbagai negara plus warga non-Muslim yang ingin merasakan puasa.

Sering kali pula makanan berbuka puasa ini berlebih dan itu berarti ada makanan yang siap disantap saat sahur pada pukul 02.00 dini hari.

=========

Sumber: http://pks.id/content/19-jam-puasa-di-inggris-dan-buka-puasa-gratis-bersama-non-muslim

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*