Presiden PKS: HUT ke-74, Indonesia Masih Terjebak dalam Demokrasi Prosedural

Jakarta (17/08) — Indonesia telah memasuki usia ke-74, namun masih banyak hal yang harus diperbaiki oleh bangsa utamanya perihal sistem demokrasi.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman menuturkan demokrasi Indonesia masih terjebak dalam empat jebakan penyakit demokrasi yang dapat memberikan dampak buruk terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disampaikan oleh Sohibul Iman pada penyampaian amanat Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-74, Sabtu (17/08/2019).

“Pasca reformasi, Indonesia memang keluar dari jebakan otoriterianisme Orde Baru, namun Indonesia hingga kini masih belum berhasil menuntaskan transisi demokrasinya. Indonesia masih belum mampu naik kelas menjadi Demokrasi Substansial. Selama 20 tahun lebih proses demokratisasi pasca reformasi, Indonesia kembali lagi terjebak dalam demokrasi prosedural dalam bentuk yang lain,” ungkap Sohibul.

Empat faktor yang menyebabkan sistem demokrasi terjebak dalam prosedural, menurut Sohibul dipengaruhi oleh jebakan politik yang bebiaya mahal, jebakan hegemoni oliogarki, jebakan politik saling menyandra dan jebakan politik yang involutif.

“Politik kita berputar-putar pada dirinya, tidak memberi dampak positif bagi kesejahteraan rakyat. Politiknya gaduh sendiri tanpa memberi dampak kemajuan di sektor-sektor lain. Politik jadi tercerabut dari fungsinya sebagai dinamo perubahan kearah yang lebih baik baik dari sisi ekonomi dan kesejahteraan maupun dari sisi harmoni sosial kemasyarakatan,” lanjutnya.

Padahal menurut Sohibul demokrasi harus dapat memberikan ruang dan peluang kepada seluruh lapisan masyarkat Indonesia, begitupun dengan mamfaat dari demokrasi itu sendiri.

“Susbtansi misi dari demokrasi adalah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya menguntungkan bagi segelintir kelompok saja. Karena tujuan dari demokrasi adalah membuka kesempatan yang sama bagi seluruh warga agar rasa keadilan (sense of justice) dan rasa kesetaraan (sense of equity) terwujud. Keadilan Sosial merupakan Sila ke-5 Pancasila yang menjadi prasyarat terwujudnya Sila ke-3 Pancasila yakni Persatuan Bangsa. Tanpa ada keadilan sosial, tidak akan ada persatuan bangsa,” terang Sohibul.

Selain itu, Presiden PKS juga menyoroti masalah keseimbangan lembaga pemerintahan. Menurutnya, setiap lembaga pemerintah harus mampu menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga tercipta sistem demokrasi yang “Check and Balances”.

“Disinilah pentingnya konsep “Checks and Balances” dijalankan, agar kekuasaan tidak terkosentrasi dan dimonopoli pada satu lembaga negara saja. Dalam sistem Presidensial dimana Presiden dipisahkan dari kekuasaan parlemen dan merupakan penguasa tertinggi Lembaga Eksekutif, ia  iharus dikontrol oleh kekuasaan legislatif. Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.

Sohibul berharap, dengan usia Indonesia yang ke-74 ini, sistem demokrasi Indonesia akan menuju ke arah yang lebih baik. Ia juga mengajak kepada semua elemen bangsa untuk bekomitmen dan ikut serta dalam perbaikan tersebut.

“Subtansi demokrasi inilah yang harsu benar-benar kita perjuangkan sungguh-sungguh. Sudah 20 tahun lebih Indonesia memasuki transisi demokrasi dan hingga kini kita masih belum naik kelas menuju konsolidasi demokrasi. 13. Dibutuhkan komitmen, konsistensi dan persistensi untuk menuntaskan transisi demokrasi ini sehingga bangsa Indonesia bisa keluar dari jebakan demokrasi procedural menuju demokrasi substansial, InsyaAllah,” tutupnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*