Refleksi kader: antara Wayne Rooney dan Ustadz LHI

Apakah Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) memang sengaja ‘dikorbankan’ oleh PKS? Ini salah satu pertanyaan yang mengemuka di acara Gestur TV One, dengan tamu presiden PKS, Ustadz Anis Matta.

Alvito Dinova, presenter acara tersebut menyebut LHI sebagai harga yang harus dibayar oleh PKS.

Kalangan ‘dalam PKS’ dan para kader tentu tahu bahwa Ustadz LHI tidak dikorbankan, sebagaimana diceritakan oleh Ustadz Mahfudz Siddiq pada rangkain penjelasan di akun Twitter, “Bahkan ide mundur berasal dari LHI dengan kesadaran kepentingan partai harus diutamakan.”

“Saya akan hadapi urusan hukum secara pribadi,” kata Mahfudz Siddiq mengutip ucapan LHI.

Ini memungkinkan terjadi, kata Ustadz Anis Matta menjawab Alvito Dinova, karena prinsip dasar perjuangan di PKS, satunya adalah individu adalah bagian dari strategi dan bukan strategi bagian dari individu.

Prinsip yang tidak ada di partai lain. Karenanya sikap Ustadz LHI pun sangat berlainan dengan yang diperlihatkan ketua umum sebuah partai lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Individu adalah bagian dari strategi. Ini intinya.

Dalam hal ini ada kesamaan antara Ustadz LHI dan Wayne Rooney. Ya, Rooney, pemain bintang sepak bola Inggris yang bermain di klub Manchester United. Lebih khusus lagi Rooney pada pertandingan Liga Champions melawan Real Madrid di kandang Real.

Peran sebenarnya dari Ustadz LHI hanya bisa dilihat jika orang memahami PKS. Orang di luar PKS, seperti kata Alvito atau para panelis di acara di TV One tersebut, akan melihat Ustadz LHI telah dikorbankan.

Peran Rooney yang sebenarnya pada pertandingan di stadiun Bernabeu pun hanya bisa dilihat oleh mata yang paham akan strategi Manchester United. Atau dalam hal ini strategi yang diterapkan oleh manajer klub tersebut, Sir Alex Ferguson.

Posisi saya dalam menilai Rooney sama seperti orang di luar PKS melihat Ustadz LHI. Demikian pula media Inggris dan juga para penonton sepak bolanya, keliru menilai Rooney, seperti halnya media di Indonesia tidak memahami peran Ustadz LHI bagi PKS. Semua salah karena tidak paham strategi yang dimainkan.

Sampai kemudian saya membaca analisa tentang Wayne Rooney pada pertandingan itu yang ditulis oleh penulis sepak bola di Detik.com berikut. Ini tulisannya:
***
Begitu Manchester United dan Real Madrid bermain seri 1-1 di leg pertama Liga Champions, radio, koran, televisi dan twitter di Inggris ramai bersahutan membahas kualitas permainan bintang Inggris, Wayne Rooney.

Mereka yang mencibir Rooney diwakili oleh sebuah pernyataan di twitter “Pertandingan Man United dan Real Madrid membuktikan, Rooney bukan pemain kelas dunia. Bukan striker hebat. Dibesar-besarkan. Ia biasa-biasa saja.” Atau pernyataan, “Di pertandingan besar, ia hilang, tenggelam oleh pemain (hebat) lain.”

Apa boleh dikata, data statistik dari pertandingan itu membenarkan. Selama 80 menit ia beraksi tak sekalipun ia melepas tembakan ke arah gawang. Sekali saja ia melepas umpan mematikan untuk Robin van Persie yang nyaris menghasilkan gol.

Rooney juga tidak menjadi bintang di lapangan bagi Man United. Kiper David de Gea dengan sekian banyak aksi penyelamatan gawangnya, dan Danny Welbeck yang terlibat dalam semua gerakan penyerangan yang membahayakan gawang Madrid yang menjadi dua bintang Man United malam itu.

Adalah benar bahwa Rooney malam itu lebih banyak diposisikan oleh Alex Ferguson di sisi tengah ketika bertahan dan sayap kanan ketika menyerang, sehingga kesempatan untuk mendobrak gawang relatif terbatas. Posisi ujung tombak diberikan kepada van Persie. Tetapi keputusan Ferguson itu ikut memperkuat pernyataan bahwa Rooney memang biasa-biasa saja. Kalau tidak, mengapa harus van Persie yang diberi kepercayaan itu.

Mereka yang membela Rooney tidak banyak berkutik dengan fakta-fakta itu. Pembelaan justru datang dari Spanyol, setidaknya apa yang tertulis oleh beberapa koran besar di negara itu yang dikenal sebagai corong Madrid, Marca dan El Pais.

Pagi sebelum pertandingan terjadi, ketika Marca menyebut Rooney sebagai setan bertotol, merujuk pada kulitnya yang berbintik-bintik khas kulit orang bule yang seperti kurang sinar matahari dan kenyataan ia membela Man United yang berjuluk Setan Merah, sebetulnya mereka sedang memuji Rooney dengan penuh kekaguman. Bukan seperti yang kemudian diterjemahkan oleh koran-koran kuning Inggris sebagai ejekan.

Rooney, lanjut Marca, adalah setan bertotol dengan tubuh layaknya gentong mesiu yang siap meledak, dengan semangat bulldog Inggris, dan siap beradu tulang dengan siapa saja yang menghalangi timnya. Itulah kualitas Rooney yang menempatkannya di jajaran pemain hebat dunia. Striker adalah posisi utamanya. Tetapi kualitas utama Rooney adalah kesediaannya dan kebisaannya untuk bermain dimanapun di lapangan demi tim yang dibelanya. Kalaulah itu membuat ia tidak menjadi bintang di dalam tim, ia akan dengan sukarela menjalani dengan energi dan antusiasme yang sama besarnya.

Bukan rahasia bahwa beberapa tahun sesudah Man United meraih treble tahun 1999 dan Ferguson berulangkali gagal memenangkan Liga Champions ia berubah menjadi manajer yang meniru para manajer Eropa daratan: pragmatis. Ia yang sebelumnya berfilosofi menyerang habis-habisan tanpa kendat baik di kandang lawan maupun di kandang sendiri menjadi memberatkan pertahanan bila bertandang dan menyerang bila bermain di kandang sendiri. Tetapi ia membutuhkan (seorang) pemain (bintang) yang siap diturunkan dalam dua situasi yang berbeda ini, dengan kemampuan yang sama bagusnya. Ia menemukannya pada Rooney. Rooney adalah faktor penting bagi cetak biru permainan Man United di Eropa.

Pertandingan melawan Real Madrid mempertontonkan hal ini dengan sempurna. Ferguson tentu saja tidak bisa meminta van Persie ataupun Wellbeck (atau Chicarito yang tidak diturunkan) untuk menjalankan peran Rooney. Walau hebat, keduanya tidak mempunyai instink menyerang dan bertahan yang sama kuatnya. Alasan yang sama berlaku ketika Cristiano Ronaldo dan Tevez masih bermain di Man United beberapa tahun silam.

Rooney dalam pertandingan melawan Real Madrid menjadi pemain yang dengan cepat membentengi kuartet belakang Man United bersama Phil Jones ketika diserang. Ia pemain pertama yang bergerak ke kanan melindungi Rafael. Iapun menjadi pemain pertama yang melapis Patrice Evra di kiri pertahanan. Statistik menunjukkan ia berlari hampir tanpa henti selama 80 menit di lapangan. Ia berlari hampir sejauh 10,5 kilometer dengan separuhnya berkecepatan tinggi (sprint).

Itulah sebabnya El Pais kemudian menurunkan sebuah artikel eulogi khusus untuk Rooney seusai pertandingan. Sebuah artikel berbau melankolia dengan emosi yang campur aduk: kekaguman sekaligus kesedihan. Rooney dikorbankan, judulnya. Publik sepakbola Madrid kehilangan kesempatan untuk secara langsung melihat bukti kehebatan seorang Rooney sebagai striker karena ia dikorbankan oleh tim untuk menjaga pertahanan. Namun mereka dipertontoni kehebatan lain dari seorang Rooney, bagaimana seorang bintang bekerja mempertaruhkan setiap tetes keringatnya untuk melindungi pertahanan. Kalau Real Madrid lebih banyak melepas tembakan jarak jauh yang tidak terlalu menyulitkan de Gea, salah satunya adalah karena faktor Rooney ini.

“Lima menit sebelum usai, Ferguson menariknya keluar, lunglai kehabisan tenaga,” tulis El Pais. Lalu harian itu menutup euloginya dengan: “Rooney. Seorang superstar, seorang pekerja.”
***
Saya menjadi paham bahwa kepahlawanan Wayne Rooney bukan hanya ketika ia ditempakan pada posisi terbaiknya, yaitu sebagai striker tetapi juga kesediaannya untuk berada pada posisi yang tidak menguntungkannya.

Dan pada dua posisi yang berlawanan itu, ia melakukannya dengan sebaik-baiknya, demi memberikan yang terbaik untuk klubnya.

(foto: telegraph.co.uk)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*