Fraksi PKS Tolak RUU TPKS Bukan karena Tak Setuju Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual

Jakarta (18/01) — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengutuk keras dan menolak segala bentuk kejahatan seksual dan mendukung terhadap upaya-upaya pemberatan pidana termasuk pemberlakuan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual. 

Hal tersebut disampaikan Anggota Fraksi PKS DPR RI, Kurniasih Mufidayati dalam rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. 

“Fraksi PKS juga sangat mendukung perlindungan terhadap korban kejahatan seksual yang mayoritasnya adalah perempuan,” jelas Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.

Oleh karena itu, imbuh Mufida, Fraksi PKS juga mendukung pengesahan RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai bukti keseriusan Fraksi PKS untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga yang mayoritas perempuan dari tindakan diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

“Di sisi lain, Fraksi PKS juga sangat prihatin dengan semakin maraknya tindakan perzinaan dan gaya hidup seks bebas di kalangan remaja Indonesia yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi,” tegas Anggota Komisi IX DPR RI.

Bahkan, imbuhnya, kekerasan fisik dan seksual seringkali terjadi dalam hubungan pacaran. Selain itu, fenomena penyimpangan seksual pun semakin mengkhawatirkan bahkan menyebabkan risiko penularan HIV/AIDS.

 “Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka Fraksi PKS mengusulkan agar RUU tentang TPKS ini juga mengakomodasi norma larangan perzinaan dan penyimpangan seksual,” pungkasnya.

Pengaturan tentang Tindak Pidana Perzinaan ini, kata Mufida, dengan memperluas rumusan delik zina agar mencakup perzinaan yang dilakukan oleh yang sudah terikat perkawinan dengan yang bukan suami/istrinya, maupun yang belum terikat perkawinan. 

“Selain itu, Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan ketentuan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT) dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual, melarang segala bentuk kampanye penyimpangan seksual, dengan memberikan pengecualian bagi pelaku penyimpangan seksual karena kondisi medis tertentu yang harus direhabilitasi,” paparnya. 

Hal ini, lanjut Mufida, perlu diatur karena perzinaan dan penyimpangan seksual merupakan perbuatan yang merusak moral dan tatanan kehidupan masyarakat serta tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan budaya bangsa Indonesia.

“Berdasarkan catatan kami tersebut, maka kami F-PKS MENOLAK RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual/RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual untuk ditetapkan sebagai RUU Usul DPR-RI, bukan karena kami tidak setuju perlindungan terhadap korban kekerasan seksual terutama kaum perempuan, melainkan karena RUU TPKS ini tidak memasukan secara komprehensif seluruh Tindak Pidana Kesusilaan yang meliputi: kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual yang menurut kami menjadi esensi penting bagi pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual,” tutup Mufida.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*