Di Balik Kemenangan Partai AK di Turki

Refleksi kemenangan Partai AK (AKP) di Turki oleh Sekjen DPP PKS Anis Matta:

Kemenangan AK Parti (AKP) di Turki sudah bisa ditebak jauh hari sebelum pemilu 12 Juni 2011. Ini hanyalah ledakan dari akumulasi perjuangan panjang mereka. Usia perjuangan AKP sebenarnya tidak beda dengan usia Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Pengalaman jatuh bangun di luar dan di dalam pemerintahan membuat mereka matang.

Sejarah adalah aset politik yang tak ternilai dan aset itulah yang dimiliki AKP. Sejarah menandai kejujuran dan konsistensi sebuah organisasi. Kejujuran dan konsistensi adalah karakter yang tidak bisa diklaim, tapi harus dibuktikan dalam perilaku. Pembuktian itulah yang memerlukan waktu panjang!

Dalam rentang waktu yang teramat panjang, gerakan yang melahirkan AKP telah membuktikan kejujuran dan konsistensi mereka. Sekarang mereka memetik buahnya. Sejarah yang tercatat dan terwariskan selalu begitu. Merupakan ledakan dari akumulasi kebajikan yang panjang. AKP adalah ledakan itu.

Jatuh bangun itu biasa dalam politik, tapi tetap ada yang terlihat secara konstan dalam proses itu. Kejujuran dan konsistensi, itulah yang ditunjukkan oleh AKP. Dan pengalaman panjang itu bukan hanya mematangkan kepribadian AKP, tapi juga melatih dan menumbuhkan kompetensi mereka.

Dalam sistem demokrasi semua ideologi punyak hak hidup, tapi itu tidak menentukan pilihan rakyat, yang menentukan itu kinerja. Dan AKP berkinerja bagus. Kinerja, seperti karakter, tidak datang dari klaim, tapi dari pembuktian, dan itu juga perlu waktu. Dalam 2 periode kepemimpinannya, AKP telah menunjukkan kinerjanya! Kinerja bersumber dari kapasitas yang besar, itulah yang memungkinkan rencana tereksekusi. Dan kapasitas leadership AKP memang luar biasa. Kini Islam atau sekuler bagi rakyat Turki bukan lagi pertanyaan. Tapi apa yang diberikan partai kepada rakyat atas nama ideologi itulah yang penting.

Orhan Pamuk, seorang peraih Nobel Sastra asal Turki, menulis novel tentang Istanbul dan menggambarkannya sebagai kota yang muram. AKP mengubahnya jadi hidup. Sebelum tahun 2003 kita bahkan masih bisa merasakan kemuraman itu di Istanbul. Di bawah AKP sekarang kota itu hidup dengan jutaan turis setiap tahun. Dari 6 juta turis menjadi 26 juta turis setiap tahun rasanya memadai menggambarkan bagaimana ekonomi Turki menggeliat di bawah AKP.

Sekarang PDB di atas $1 triliun. Ekonomi Turki berada di urutan ke-7 di Eropa. Dengan kinerja ekonomi itu AKP mengintegrasikan demokrasi dengan kesejahteraan. Jadi, demokrasi bukan penjelasan bagi kesejahteraan. Sejahtera atau tidak sejahtera kita tetap harus bebas sebagai manusia merdeka. Bebas itu asas demokrasi.

Kesejahteraan lebih banyak dijelaskan oleh kapasitas kolektif kita sebagai sebuah bangsa. Keduanya berbanding lurus, dan itu yang telah dipahami oleh AKP sejak awal. Bahwa kebebasan bisa jadi basis dari kreativitas kolektif menuju sejahtera itu benar adanya. Tapi juga bisa jadi faktor destruktif kalau kapasitas kita rendah. Kebangkitan ekonomi Cina, Korea, dan Jepang lebih banyak dijelaskan oleh akselerasi pembangunan sumberdaya manusia mereka daripada sistem politiknya.

Struktur ekonomi Turki terutama disangga oleh teknologi dan industri, itu tentu merujuk pada kapasitas SDM negara itu. Jadi demokrasi adalah hak asasi tapi kesejahteraan adalah efek kapasitas. Maka AKP mengubah supremasi militer jadi supremasi sipil, setelah itu baru membangun ekonomi!

Dalam konteks itu demokrasi tidak perlu diperdebatkan sebagai ideologi, tapi lebih sebagai hak asasi manusia yang harus direbut. Intinya kebebasan itu. AKP menjadikan supremasi sipil sebagai simbol capaian demokrasinya yang paling kuat, dan keluar dari perdebatan tentang negara agama dan negara sekuler.

AKP bahkan menyatakan dirinya sekuler karena tujuannya memang mendirikan civilized nation state. And so what? It is the society, not the system! Kualitas kita sebagai masyarakatlah yang menentukan maju tidaknya negara, bukan sistemnya.

Jadi demokrasi adalah ruang kosong yang bisa diisi dengan semua konten. Tapi kapasitas kita sebagai bangsa tidak berhubungan dengan itu semua. Dalam ruang kosong demokrasi itulah rakyat Turki memilih AKP karena kapasitas dan kinerjanya! Dan itu yang gagal diwujudkan kaum sekuler disana!! Kompetisi politik dalam demokrasi adalah kompetisi kapasitas. AKP memahami aturan main itu dengan sangat baik.

Gabungan sejarah panjang dan kapasitas besar itulah yang memenangkan AKP.

Mereka punya strong leader seperti PM Erdogan dan strategic thinker seperti Menlu Oglo. Sistem adalah pedang, tapi manusia (kapasitasnya) yang menentukan apakah ia dipakai menebas musuh atau cuma memotong bawang.

Leadership pemimpin AKP, Erdogan, adalah sebuah catatan lain. Ia seorang pekerja keras, risk taker, dan selalu mampu mengeksekusi rencana besarnya. Erdogan dibantu seorang pemikir strategis yang sekarang jadi Menlu Turki saat ini, Ahmad Daud Oglo. Kombinasi 2 orang ini membuat AKP menjadi dahsyat. Selain itu AKP juga didukung oleh lebih dari 5.000 pengusaha dengan komitmen kontribusi yang kuat.

Jadi AKP memiliki semua syarat untuk menang. Narasi yang jelas, leadership yang kuat, dan sumberdaya yang besar. Dan yang lebih penting dari kemenangan AKP adalah bahwa rakyat Turkilah yang paling diuntungkan dari kemenangan itu!! Dalam pidato kemenangannya, Erdogan menyatakan bahwa kemenangan AKP adalah kemenangan bagi seluruh rakyat Turki, Timur Tengah, dan kemanusiaan.

Walaupun sulit Erdogan berjanji membuat konstitusi baru bagi Turki yang menjamin setiap warga negara menjadi warga negara kelas satu. Konstitusi baru yang dijanjikan Erdogan bagi Turki akan lebih civilized dan menjunjung tinggi kebebasan, beliau juga berjanji merangkul oposisi. (sumber:dakwatuna.com)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*